Pengertian Perubahan Iklim
Salam hangat para pembaca blog. Kali ini saya ingin membagikan sedikit artikel tentang perubahan iklim. Sebagaimana kita ketahui negara kita Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai nomor dua paling panjang di dunia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Pemanasan global memicu masuknya energi panas ke lautan (lebih kurang 90 persen dari total pemanasan di bumi) sehingga mengakibatkan lautan menghangat dan berdampak pada mulai mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi. Mencairnya es di kutub inilah salah satu dampak yang membuat Indonesia rentan terhadap perubahan iklim.
Mencairnya es di kutub salah satu dampak yang dari perubahan iklim |
Menurut para peneliti perubahan iklim disamping peningkatan suhu bumi, terjadi pula kenaikan frekuensi gelombang panas di berbagai Negara dan tingginya frekuensi intensitas curah hujan di berbagai daerah. Ada bukti kuat yang mengarahkan kondisi suhu bumi saat ini tergolong ekstrim apalagi saat ini mulai terasa panas berhari – hari dan gelombang panas sering terjadi bila dibandingkan suhu bumi sejak tahun 1950. Disejumlah daerah di bumi jelas terlihat kekeringan yang parah dan lebih sering walaupun tren kekeringan secara umum didunia ini sukar dilakukan identifikasi. Para peneliti juga mengatakan frekuensi badai tropis dengan skala diatas empat diperkirakan akan mengalami peningkatan secara global.
Masih menurut para ahli, saat ini kondisi lautan menjadi lebih asam dikarenakan lautan banyak menyerap karbon dioksida yang dilepaskan ke bumi. Diketahui juga saat ini permukaan air laut global mengalami percepatan peningkatan sebesar 20 sentimeter dimulai sejak awal abad yang lalu. Rata – rata tinggi muka air laut naik sebesar 0,19 meter selama periode 1901 sampai 2010. Yang mencengangkan adalah diketahui saat ini muka air laut naik lebih cepat pada periode 1993 sampai 2010 bila dibandingkan dengan periode 1901 sampai periode 1993. Khusus di Indonesia, para ahli mengatakan tingkat curah hujan tahunan mengalami penurunan. Sedangkan kenaikan rata – rata permukaan air laut di Indonesia pada periode 1901 sampai 2010 hanya 0,19 mm per tahun menjadi 3,2 mm per tahun pada periode 1993 sampai 2010.
Para ahli juga menyatakan bahwa di belahan bumi utara tutupan salju musiman mulai mengalami penurunan drastis. Gletser mulai mengalami pencairan permafrost. Permafrost adalah pencairan lapisan tanah, sedimen atau batuan, termasuk juga didalamnya sekumpulan es / kandungan organik yang membeku dengan suhu dibawah nol derajat celcius secara permanen. Para ahli juga mengatakan lapisan es di laut arktik sejak tahun 1979 mengalami penurunan sekitar 40% dan hal ini jauh lebih cepat terjadi daripada yang diperkirakan.
Laporan IPCC menyatakan bahwa manusia dengan segala aktivitas atau kegiatannya lah yang menjadi penyebab perubahan iklim, terutama dalam 50 tahun terakhir ini. Bukti nyata perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia adalah dari meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) terutama dari emisi karbon dioksida, nitrogen dioksida, metana dan berbagai macam gas yang dihasilkan dari industri. Faktanya adalah emisi gas rumah kaca yang ada di bumi saat ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah dan belum pernah seperti ini sejak 800.000 tahun lalu.
Bila dibandingkan dengan era pra industri, konsentrasi gas rumah kaca saat ini menurut para ahli lebih tinggi 40 persen. Meningkatnya emisi gas rumah kaca ini diduga disebabkan oleh aktivitas manusia memanfaatkan bahan bakar fosil sebagai sumber energi dan aktivitas manusia terkait dengan penggundulan hutan. Bukti lain aktivitas manusia penyebab perubahan iklim adalah meningkatnya suhu permukaan laut, berubahnya curah hujan, mencairnya gletser dan tutupan es di kutup bagian utara dan selatan, serta cuaca yang ekstrim sering terjadi melanda berbagai daerah di belahan bumi.
Anehnya lagi, di belahan bumi lainnya terjadi kekeringan ekstrim sedangkan di belahan bumi lainnya mengalami banjir dahsyat. Banjir rob juga sering melanda masyarakat yang berdomisili di sekitar pinggiran laut. Selain itu Gelombang panas atau juga El Nino memicu terjadinya kebakaran gambut dan gelombang basah atau La Nina sering menyebabkan banjir.
Lantas bagaimana dengan wilayah kita Indonesia? Para ahli menyatakan perubahan iklim di Indonesia menyebabkan para petani dan nelayan di berbagai daerah di Indonesia kesulitan karena tidak dapat memastikan secara akurat masa tanam, masa panen dan masa melaut sehingga berpengaruh besar terhadap kegiatan ekonomi.
Suhu global diindikasikan akan terus meningkat lebih dari dua derajat celcius pada abad mendatang bahkan bisa mencapai lima derajat celcius jika tidak ada upaya berarti dari manusia untuk mulai menurunkan emisi gas rumah kaca penyumbang pemanasan global. Ilmuwan juga mengatakan beberapa kejadian ekstrim terutama gelombang panas dan hujan lebat terus menerus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Tinggi permukaan laut di dunia ini ditaksir akan terus menerus naik mencapai angka 0,26 sampai 0,81 meter pada akhir abad ini dan terus naik pada abad selanjutnya.
Sejalan dengan berlanjutnya kejadian perubahan iklim, dampak iklim dipastikan akan terus meningkat. Ilmuwan menyimpulkan sebagian besar dampak perubahan iklim akan tetap bertahan berabad – abad lamanya bahkan jika manusia telah menghentikan eemisi gas rumah kaca. Ilmuwan juga mengatakan dampak dari perubahan iklim bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Akibat dari aktivitas manusia resiko kerusakan alam akan terus mengalami peningkatan berabad – abad lamanya terutama terkait dengan proses bertambahnya permukaan air laut. Pada 120.000 tahun yang lalu ketika akhir zaman es diketahui ketika itu suhu dunia meningkat dua derajat celcius lebih hangat, diketahui pula permukaan air laut meningkat 5 sampai 10 meter lebih tinggi karena melelehnya lapisan es.
Peningkatan kesejahteraan manusia secara global memicu peningkatan emisi gas rumah kaca di dunia seperti tercantum dalam laporan IPCC. Di dalam laporan itu juga dijelaskan rata – rata suhu di bumi akan meningkat sebesar tiga sampai dengan lima derajat celcius pada akhir abad ini bila dibandingkan dengan pada zaman era pra industri. Bila seluruh pihak tidak memberikan kontribusi berarti bagi penurunan emisi gas rumah kaca maka akan semakin sulit mempertahankan kenaikan suhu dibawah ambang batas dua derajat celcius. Untuk itu perlu ada upaya nyata bersama untuk melakukan berbagai perubahan termasuk teknologi yang ramah lingkungan, prilaku manusia yang ramah lingkungan serta dukungan kelembagaan terutama dari pemerintah.
Pemadaman kebakaran hutan menggunakan helikopter. Kebakaran hutan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap mahluk hidup. Kebakaran hutan diketahui salah satu penyebab terjadinya pemanasan global |
Upaya manusia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca harus dilakukan di seluruh sektor dan seluruh wilayah. Pengurangan emisi gas rumah kaca terutama dari sektor penggunaan energi dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti dengan melakukan efisiensi energi. Banyak negara telah mengeluarkan kebijakan untuk mulai melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca namun yang lebih penting adalah bagaimana implementasi penerapannya. Tidak dapat dipungkiri penanganan perubahan iklim saat ini membutuhkan tindakan yang komprehensif dan kerjasama internasional karena perubahan iklim merupakan masalah bersama seluruh manusia di bumi ini. Investasi teknologi bersih dalam skala besar perlu dilakukan serta mitigasi gas rumah kaca perlu disatukan ke dalam pertimbangan politik yang konkret contohnya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.
50 milyar ton karbon dioksida saat ini diklaim sebagai emisi tahunan global. Dua per tiga dari total keseluruhan emisi tahunan dunia itu diketahui berasal dari kegiatan penggunaan bahan bakar yang tidak terbarukan (bahan bakar fosil). Selanjutnya berasal dari aktivitas pembangunan terutama berasal dari industri dan pertanian. Selain itu pertumbuhan penduduk juga diklaim berdampak pada emisi tahunan global. Korelasinya adalah semakin sejahteranya penduduk dunia maka semakin meningkat pula emisi karbon dioksida yang dilepaskan ke udara khususnya di Benua Asia yang mulai mengalami peningkatan kesejahteraan dan mulai keluar dari jurang kemiskinan. Keadaan ini mengakibatkan konsumsi energi dan bahan bakar fosil semakin tinggi. Jika kita tidak berubah dengan mulai menggunakan teknologi ramah lingkungan yang rendah karbon di masa yang akan datang diyakini emisi karbon dioksida secara global diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan, Negara kita Indonesia pun pasti akan terkena dampaknya.
Pilihan yang Tersedia untuk Mengurangi Resiko dari Perubahan Iklim di Masa Depan
Berbagai pilihan tersedia untuk melakukan pengurangan resiko dari perubahan iklim di masa yang akan datang dan mempersiapkan perubahan iklim yang kemungkinan tidak dapat dihindari oleh manusia. Pilihan tersebut antara lain:
- Menggunakan teknologi energi terbarukan yang saat ini mudah untuk didapatkan dengan harga yang relatif terjangkau dan sangat memungkinkan untuk diterapkan.
- Perubahan prilaku manusia untuk mengurangi emisi melalui penghematan energi.
- Penggunaan sumber energi yang rendah karbon pada pembangkit listrik.
- Penerapan insulasi bangunan dan penggunaan teknologi baru pada pembuatan konstruksi bangunan dapat dilakukan untuk mengurangi emisi.
- Penggunaan sumber energi yang rendah karbon pada sektor transportasi.
Pilihan diatas dapat membantu mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas udara di bumi agar semakin baik serta mengoptimalkan ketahanan energi, meningkatkan taraf kesehatan manusia dan keberlanjutan ekosistem di dunia. Hal yang paling penting untuk dilakukan adalah pengurangan dan penurunan emisi gas rumah kaca dunia pada beberapa dekade mendatang agar emisi gas rumah kaca dunia dapat turun pada tahun 2050 sebesar 40 persen sampai 70 persen dibandingkan pada tahun 2010 dan tingkat emisi gas rumah kaca dapat mendekati nol persen atau dibawahnya pada 2100 nanti.
Bukti – bukti diatas sejatinya memberikan peringatan kepada pemerintah, para pelaku bisnis, dan individu agar bersama – sama terlibat di mulai dari sekarang menangani perubahan iklim dengan cara menurunkan jumlah emisi gas rumah kaca. Saat ini model iklim memperlihatkan bahwa apabila kita berkomitmen mengatasi dampak dari perubahan iklim maka akan memerlukan usaha yang sangat besar dan berkelanjutan dalam bentuk pengurangan emisi karbon dioksida secara global. Berdasarkan hal tersebut diatas kemudian dunia internasional berkomitmen untuk membatasi dan mulai mengurangi kenaikan suhu bumi global sampai dua derajat celcius bahkan bisa lebih dibawah itu.
Kegiatan manusia di bumi ini telah menghasilkan emisi gas rumah kaca setengah dari jumlah total emisi 1.000 miliar ton karbon sejak periode pra industri bila dibandingkan dengan jumlah emisi karbon dioksida saat ini. Berdasarkan hal itu lah maka para pemimpin dunia internasional setelah COP 21 di Paris sepakat untuk melakukan berbagai macam tindakan sekarang juga dalam upaya mengurangi peningkatan emisi karbon domestik melalui kesepakatan Perjanjian Paris yang mengikat secara hukum.
Pada beberapa tahun mendatang dunia akan mengalami lebih banyak keadaan cuaca yang sangat ekstrim, dunia juga akan dilanda berbagai bencana alam yang diakibatkan oleh berubahnya iklim, misalnya kekeringan yang memberikan dampak terhadap umat manusia dan banjir bandang. Bagi negara berkembang seperti Indonesia akan mengalami berbagai macam dampak luar biasa akibat dari perubahan iklim ini khususnya dampak terhadap ketersediaan produksi pangan dan ketersediaan air bersih. Untuk mencegah dampak negatif dari perubahan iklim yang terjadi banyak sekali tantangan yang harus dihadapi. Agar dapat menanggulangi dampak negatif perubahan iklim tersebut, manusia harus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi, melakukan inovasi dan rekayasa enginering.
Dampak Perubahan Iklim
Adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan iklim sangat berkaitan dengan resiko dari dampak perubahan iklim tersebut. Seperti yang kita ketahui dampak atas meningkatnya permukaan air laut seperti fenomena banjir, abrasi air laut dan tenggelamnya pulau kecil sangat dirasakan oleh negara – negara kepulauan terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai dan masyarakat yang tinggal di daerah dataran rendah tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim juga ternyata mengakibatkan berubahnya rentang geografis suatu wilayah serta mengubah pola migrasi hewan baik di daratan maupun di lautan. Perubahan iklim menyebabkan beberapa spesies hewan maupun tumbuhan mengalami persoalan kepunahan. Ekosistem laut di wilayah kutub bumi dan ekosistem terumbu karang menghadapi resiko besar akan pemanasan dan pengasaman laut. Tidak dapat dipungkiri Indonesia memiliki tipe ekosistem yang sangat lengkap baik di daratan maupun di lautan sehingga adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem merupakan salah satu agenda prioritas pengendalian perubahan iklim.
Dampak atas meningkatnya permukaan air laut seperti fenomena banjir, abrasi air laut dan tenggelamnya pulau kecil sangat dirasakan oleh negara – negara kepulauan. |
Dampak lainnya dari perubahan iklim adalah menghambat pertumbuhan ekonomi selain itu mengakibatkan semakin sulitnya upaya untuk mengurangi angka kemiskinan. Perubahan iklim juga berdampak pada sistem keamanan pangan global contohnya adalah terjadi penurunan produksi tanaman pangan secara global. Produksi tanaman pangan penting di dunia misalnya jagung, beras dan gandum akan diproyeksikan mengalami penurunan tanpa adanya upaya adaptasi perubahan iklim. Dampak lainnya adalah meningkatnya migrasi perpindahan manusia dan memicu terjadinya konflik sosial, guncangan ekonomi dan kemiskinan. Selain itu juga diprediksi memperburuk masalah kesehatan tubuh manusia dan menyebabkan gangguan kesehatan akibat meningkatnya gelombang panas dan kebakaran di berbagai wilayah di dunia.
Konvensi Perubahan Iklim
Pada tanggal 21 Maret 1994 Konvensi Perubahan Iklim memiliki kekuatan hukum tetap di seluruh negara anggota PBB yang meratifikasi konvensi tersebut. Kemudian negara – negara yang meratifikasi konvensi tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok Negara Annex I (Negara yang dikelompokkan sebagai negara – negara penyumbang emisi gas rumah kaca semenjak jaman revolusi industri) dan kelompok Negara Non Annex I (Negara – negara yang tidak masuk ke dalam Negara Annex I dan dianggap kontribusi emisi gas rumah kacanya sedikit dan pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan Negara Annex I.
Hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro menghasilkan sebuah konvensi yang bernama Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) |
Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi atas Konvensi Perubahan Iklim tersebut dengan menerbitkan Undang – Undang Nomor 06 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa tentang Perubahan Iklim. Indonesia kemudian dikelompokkan ke dalam negara Non Annex I. Dengan diratifikasinya konvensi tersebut dan dikelompokkannya Indonesia ke dalam Negara Non Annex I maka secara resmi Indonesia terikat dengan kewajiban dan memiliki hak untuk mengambil bermacam peluang dukungan yang ditawarkan UNFCCC dalam mencapai tujuan konvensi tersebut.
Protokol Kyoto
Menurut laporan dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) diketahui saat ini suhu bumi meningkat drastic sekitar 0,8 derajat celcius selama 1 abad terakhir ini. Suhu bumi secara global pada akhir tahun 2100 nanti diperkirakan akan lebih tinggi 1,8 sampai 4 derajat celcius bila dibandingkan dengan rata – rata suhu bumi pada rentang 1980 sampai 1999.
Perubahan iklim diketahui telah berdampak besar pada ekosistem dan manusia di seluruh bumi, hal ini berdasarkan temuan dari IPCC. Perubahan iklim juga diketahui dapat memberikan resiko besar terhadap kesehatan manusia, kebutuhan pangan global, dan pembangunan bidang ekonomi. Tindakan nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca perlu dilakukan guna menghindari dampak dan bahaya perubahan iklim sangat penting dan sangat mendesak untuk dilakukan. Hal terpenting yang perlu dilakukan untuk menghadapi resiko perubahan iklim adalah dengan cara adaptasi. Menurut IPCC, adaptasi yang dilakukan tergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Manusia dapat saja beradaptasi dengan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi berbagai resiko perubahan iklim namun hal itu ternyata tidak cukup. Oleh sebab itu manusia perlu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk membatasi dampak yang muncul.
Semakin meningkatnya kandungan konsentrasi emisi gas rumah kaca di dalam atmosfer bumi mengakibatkan persoalan perubahan iklim semakin terasa dampaknya. Menyikapi hal tersebut para pemangku kepentingan di seluruh dunia melakukan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro, Brazil. KTT tentang bumi itu dilakukan pada tahun 1992. Hasil KTT itu menghasilkan sebuah konvensi. Konvensi itu bernama Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC). Tujuan dari Konvensi Perubahan Iklim ini adalah menyusun sebuah program untuk menstabilisasi konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi pada level yang tidak mengancam sistem iklim bumi. Tingkat atau level konsentrasi yang dimaksud harus tercapai dalam sebuah kerangka waktu tertentu sehingga mampu memberikan waktu yang cukup kepada ekosistem di bumi untuk beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim yang terjadi dan dapat memberikan jaminan produksi pangan tidak mengalami ancaman dan pembangunan ekonomi dapat berjalan secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dalam rangka pengimplementasian tujuan dari Konvensi Perubahan Iklim untuk menstabilkan kandungan konsentrasi emisi gas rumah kaca agar tidak mengganggu sistem iklim global maka pada saat sidang Konferensi Para Pihak (COP) yang ketiga dan diselenggarakan pada tahun 1997 di Kyoto, Jepang dihasilkanlah sebuah keputusan konsensus untuk melakukan adopsi yang dinamakan Protokol Kyoto untuk UNFCCC.
Protokol Kyoto adalah kerangka dasar bagi para negara industri untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kacanya. Negara - negara industri tersebut kemudian harus mampu mengurangi emisi gas rumah kacanya paling minim lima persen dari baseline tingkat emisi tahun 1990 hingga periode 2008 sampai 2012. Komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang mengikat secara hukum ini dimaksudkan untuk mengembalikan peningkatan emisi yang sejarahnya dimulai dari negara tersebut pada 150 tahun yang lalu. Pada protokol Kyoto ini negara - negara maju memiliki beban yang lebih berat dibandingkan negara - negara berkembang.
Protokol Kyoto menghasilkan tiga mekanisme penurunan emisi gas rumah kaca yaitu Joint Implementation, Emission Trading dan Clean Development Mechanism. Joint Implementasion (Implementasi Bersama) adalah mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca negara - negara Annex I dengan mengalihkan pengurangan emisi tersebut melalui proyek bersama. Emission Trading (Perdagangan Emisi) adalah mekanisme jual beli emisi gas rumah kaca yang dilakukan antara negara maju, dimana negara - negara tersebut yang memiliki emisi gas rumah kaca di bawah batas yang dibolehkan dapat menjual kelebihan jatah emisinya ke negara maju lainnya yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Clean Development Mechanism (Mekanisme Pembangunan Bersih) adalah mekanisme penurunan emisi gas rumah kaca dalam rangka kerjasama antara negara maju dengan negara berkembang dimana bertujuan agar negara Annex I dapat memenuhi target penurunan emisi gas rumah kacanya melalui program pengurangan emisi gas rumah kaca di negara - negara berkembang.
Demikian sekelumit artikel tentang perubahan iklim. Artikel ini saya olah dari berbagai sumber. Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, kiranya dapat dishare ke yang lain.
Anda dapat menyaksikan video tentang pemanasan global dibawah ini untuk mengetahui lebih seksama apa sih dampak dari pemanasan global akibat dari perubahan iklim tersebut. Terima kasih.